Seperti yang Sahabat Javanologi ketahui, kebudayaan Jawa sangatlah terkenal dengan unggah ungguh atau tata kramanya. Selain dari sikap terhadap sesama, ternyata tata krama dalam budaya Jawa juga dapat dicerminkan dari segi bahasa yang diucapkan. Pencerminan tata krama dalam bahasa ini dapat dijumpai ketika Sahabat Javanologi memiliki lawan bicara yang dipandang lebih tua ataupun lebih hormat. Hal tersebut dilakukan untuk menghormati lawan bicara kita yang memiliki derajat lebih tinggi dari diri kita.

Bahasa Jawa memiliki nilai kesopansantunannya masing-masing, mulai dari bahasa ngoko lugu, ngoko alus, krama lugu, dan krama inggil. Penggunaan unggah ungguh dalam berbahasa Jawa menunjukkan sifat penghormatan terhadap orang lain. Seperti contohnya, apabila kita berbicara dengan teman sebaya, kita dapat menggunakan bahasa ngoko atau bahasa sehari-hari yang sifatnya santai, namun apabila kita berbicara dengan orang yang lebih tua hendaknya kita menggunakan bahasa Jawa yang sopan seperti krama inggil untuk menghormati orang tersebut. Penggunaan krama inggil biasanya ditandai dengan kosa kata bahasa krama yang digunakan secara keseluruhan.

Menurut kamus besar bahasa Indonesia atau KBBI, bahasa Jawa krama inggil merupakan tingkatan tertinggi dalam sistem komunikasi di wilayah Jawa. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahasa krama inggil memiliki tingkat kesopanan yang paling tinggi diantara bahasa Jawa lainnya. Secara khusus, bahasa krama inggil biasanya digunakan saat berhadapan dengan orang yang lebih dihormati. Contohnya, dalam penggunaan kata ganti orang seperti aku, kamu, dan mereka dalam bahasa krama akan menjadi kula, njenengan, dan piyambak. Selain itu, kata kerja juga dapat diubah menjadi bahasa krama seperti contohnya, makan, menulis, dan tidur menjadi dhahar, nyerat, dan sare.

Author: David Aria Wijaya