Busana Jawa: Jarik

Hallo Sahabat Javanologi!! Kalian pasti sudah tidak asing lagi dengan istilah kata ‘Jarik’, kata jarik sudah terdengar familiar sekali di Indonesia terkhusus di Pulau Jawa. Jarik merupakan sebuah sebutan dalam bahasa jawa untuk sebuah kain yang mempunyai motif batik dengan berbagai corak. Jarik sendiri biasa digunakan oleh sesepuh orang Jawa untuk keseharian yang umumnya dipakai oleh wanita. Dalam Bahasa Jawa, jarik memiliki makna ‘Aja gampang sirik’, atau dalam Bahasa Indonesia berarti jangan mudah iri hati. Begini Sahabat Javanologi, ketika memakai jarik, seseorang akan berjalan dengan hati-hati, perempuan akan berjalan lebih anggun dan terkesan lemah lembut ketika memakai jarik.

Dulu, masyarakat Jawa menggunakan kain jarik ini dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari dipakai sebagai bawahan, alas tidur bayi, alat gendong bayi, hingga alas dan kain penutup untuk orang meninggal. Tak hanya itu sahabat javanologi, perempuan yang baru selesai melahirkan juga dianjurkan untuk memakai jarik agar sikap tubuhnya terjaga untuk mempercepat proses pemulihan. Zaman dulu sampai saat ini, di desa-desa jarik digunakan untuk menutup tubuh dari bagian dada hingga lutut atau betis saat mereka mandi di sungai atau sendang. Kata jarik itu mempunyai arti lain dalam Bahasa Jawa disebut telesan atau berarti basahan dalam Bahasa Indonesia. Jarik mempunyai beberapa fungsi, seperti: Sebagai gambaran tingkat hidup dan status sosial. Makna jarik dengan motif tertentu akan menunjukan status sosial orang tersebut. Jarik dapat menggambarkan darimana orang tersebut berasal, karena setiap daerah mempunyai ciri dan motif yang berbeda beda. 

Bicara mengenai motif, Jarik sendiri mempunyai macam-macam bentuk motif batik, dan setiap motif batik mengandung arti yang berbeda. Berikut contoh motif yang kerap digunakan untuk kain jarik: 
1. Motif Ceplok, mempunyai banyak desain geometris yang didasarkan pada gambar mawar melingkar, bintang, atau bentuk kecil lainnya. Yang membentuk pola simetris [ada kain. 
2. Motif Solo Slobog, mempunyai arti longgar/besar. 
3. Motif Semen Gendong, motif kain jarik tulis yang biasa dipakai kedua mempelai pengantin, sebagai simbol harapan agar segera mendapatkan anak yang berbakti, penurut, serta soleh solehah. 
4. Motif Truntum, mempunyai arti penuntun, orang tua yang selalu menuntun anaknya dalam mengarungi hidup. 
5. Motif Satrio Manah, biasa dipakai mempelai pria pada saat lamaran, harapan supaya lamaran dapat diterima oleh pihak calan pengantin. 
6. Motif Semen Rante, Semen rante kerap dikenakan ketika prosesi lamaran. Filosofi kata rante merujuk pada sebuah ikatan atau pertalian yang kokoh dan kuat terhadao segala godaan hingga maut memisahkan. 
7.  Motif Parang Kusumo, Motif jarik ini digunakan oleh ibu dari mempelai wanita pada saat tukar cincin. Makna dari motif ini adalah supaya ikatan pernikahan tidak dapat dipisahkan seperti mimin lan mintuno. 
8. Motif Semen, jarik bermotif semen kerap digunakan dalam untuk keseharian orang-orang zaman dulu. Motif ini mempunyai arti tumbuhan karena terispirasi dari keadaan alam dan lingkungan. 
9. Motif Kraton, jarik kraton mempunyai filosofi soal kehidupan. Pada zaman dulu, motif ini hanya dikerjakan oleh para putri kraton maupun para pembatik ahli yang ada dalam lingkungan kraton. Bahkan motif ini pada zaman dulu hanya diperbolehkan dipakai orang umum. 
10. Motif Sudagaran, batik sudagaran merupakan modifikasi dari motif larangan yang dibuat oleh para seniman berasal dari kaum saudagar supaya bisa digunakan masyarakat umum. 
11. Motif Nitik, Nitik merupakan salah satu motif jarik tertua. Motif ini terispirasi dari ­kain tenun patola yang dibawa oleh para pedangan dari Gujarat India yang datang ke Indonesia. Motif ini biasa digunakan oleh oruang tua pada acara pernikahan. 

 

Tahapan proses pembuatan jarik berikut ini:
1. Ngloyor atau ngemplong, adalah proses membersihkan kain mori dengan air panas yang telah dicampur merang atau jerami. Selanjutanya kain tersebut dipadatkan serat-seratnya.
2. Nyorek atau mempola, merupakan proses membuat pola motif menggunakan pensil.
3. Mbatik, setelah pola terbentuk, saatnya mengaplikasikan lilin batik (malam) diatas pola tersebut dengan bantuan canting. 
4. Nembok, merupakan proses penerapan malam untuk menutup bagian yang tidak boleh terkena warna dasar (dalam hal ini warna biru). Malam tebal yang menempel pada kain ini seolah berfungsi sebagai tembok penahan. 
5. Medel, mencelup kain yang sudah diberi lilin batik kedalam warna sesuai dengan selera. 
6. Ngerok dan Nggirah, proses selanjutnya adalah menghilangkan lilin dari bagian-bagian yang akan diberi warna dengan alat kerok / serut. 
7. Mbironi, proses ini merupak proses menutup bagian-bagian yang akan dibiarkan warna tetap warna dasar kain atau putih dan tempat-tempat yang terdapat cecek (titik titik).
8. Nyoga dan Nglorod, merupakan proses terakhir dalam pembuatan jarik motif. Yaitu mencelupkan kain kedalam pewarna (biasanya berwarna coklat) kemudian berlanjut ke proses menghilangkan lilin batik dengan air mendidih atau yang sering disebut nglorod.
9. Pencucian, terakhir yaitu mencuci kain batik dengan air bersih lalu dikeringkan. Proses yang begitu panjang inilah yang menjadi salah satu sebab kenapa kain jarik berkualitas tinggi tak bisa didapatkan dengan harga murah.

 

Penulis:
Mahardika Kurnia Ardhi

Sumber:

https://id.wikipedia.org/wiki/Jarik

https://www.bahankain.com/2019/07/30/mengenal-kain-jarik