READ THE ENGLISH VERSION HERE

(SOLO) Pusat Unggulan Iptek Javanologi, Universitas Sebelas Maret (PUI Javanologi UNS) menggelar Webinar Internasional Youth Javanese Diaspora dengan topik “Digital Storytelling: Connecting Javanese Roots through Digital Platforms”. Spesialnya acara ini menghadirkan para perempuan muda keturunan Jawa diantaranya: Morgan Djotaroeno (Javanese Diaspora Netherlands), Christa Wongsodikromo (Independent Researcher, Guest Lecturer University of Michigan, Boardmember of JID-NL), Muthia Putri Meilania (Utrecht University Netherlands, Master’s Degree Program) dan Esther Poredjo (Assistant Business Unit Manager & Jawa Trail Coordinator, Clevia Academy & Clevia Park, Suriname) karena bertepatan dengan Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada tanggal 8 Maret 2024. Kegiatan dilaksanakan secara daring melalui virtual zoom dan disiarkan langsung melalui live streaming Youtube PUI Javanologi pada pukul 16.00 WIB (waktu Indonesia), 10.00 pagi (waktu Amsterdam) dan 06.00 pagi (waktu Suriname).

Webinar ini dibuka langsung oleh Ketua PUI Javanologi UNS, Prof. Sahid Teguh Widodo, M.Hum., Ph.D. Beliau mengucapkan terima kasih kepada seluruh partisipan dan pembicara yang hadir dalam kegiatan ini. Terkhusus Duta Besar Republik Suriname, H.E. Erick Rahmat Moertabat. Diharapkannya kegiatan ini dapat menjadi kegiatan regular yang digelar setiap 3 atau 6 bulan sekali. “Terima kasih kepada seluruh peserta Webinar Intenasional yang telah mengikuti kegiatan ini yang diikuti oleh 10 negara diantaranya Indonesia, Belanda, Suriname, Amerika, Jerman, Australia, China, Turkmenistan, Syria dan Chad”, tegasnya.

Morgan Djotaroeno, akrab dipanggil Morgan memaparkan materi tentang “Javanese identity in the Netherlands, past, future, present”. Gadis Keturunan Jawa di Belanda ini menceritakan pengalamannya mengenal bahasa Jawa dan bagaimana dinamika kekeluargaan, lalu kesadaran dengan tradisi dan upacara khas Jawa, pakaian tradisional dan keragaman makanannya, mengembangkan rasa penasarann dengan mengulik lebih lagi informasi untuk memahami lebih dalam dan yang terakhir adalah eksplorasi dengan cara berpergian dan terhubung dengan masyarakat Jawa setempat serta membangun komunitas.

Sama halnya dengan Christa Wongsodikromo, Pemudi keturunan Jawa Suriname yang memiliki darah Wonogiri dari kakek buyutnya ini menceritakan bahwa kunjungannya tanpa perencanaan ke tanah leluhurnya pada tahun 2019 dan 2022 lalu memiliki kesan tersendiri. Meskipun berkumpul bersama keluarga jauh yang juga tidak mengenalnya apalahi dari bahasanya tetapi tetap dapat terhubung melalui hati. Sampai-sampai ia harus membawa tanah dari pekarangan rumah kakek buyut sebagai kenang-kenangan ke negaranya. Bahkan Ia merasakan perbedaan yang cukup signifikan dengan tempat tinggalnya sekarang ini dan merasa bahwa tradisi dan kebiasaan masyarakat Indonesia (Jawa) memberikannya rasa nyaman. Dengan masyarakat Jawa dia merasa merupakan keluarga jauh dari Javanese Suriname, namun bagi masyarakat Belanda, dia hanyalah orang Suriname, Christa (panggilan akarbnya) memiliki harapan agar masyarakat Jawa Suriname dan Belanda untuk lebih menjadi harmoni lagi.

Salah satu pembicara lainnya Muthia Putri Meilania, atau akrab dipanggil Muthia. Sebagai seorang gadis Jawa yang lahir dan besar di Sragen, Jawa Tengah dan sekarang mengenyam pendidikan Master di Utrecht University, Belanda membagikan pengalamannya menurut prespektifnya sebagai orang Jawa disana. Ia menceritakan pengalamannya dimulai dari makanan yang menurutnya kurang terbiasa dengan rasanya pada awalnya namun dapat terbiasa setelahnya, adaptasi dengan cuaca yang sangat berbeda dengan Indonesia yaitu musim dingin sampai salju, serta orang-orangnya yang tentu saja berbeda dengan Indonesia mulai dari cara berpakaian dan cara mengobrol. Muthia juga mengungkapkan pengalamannya bertemu dengan para Diaspora Jawa dan berkesempatan untuk berkunjung ke rumah keluarga Ibu Kathleen Kimpoel. Pada suasana rumah Diaspora Jawa disana, budaya Jawa masih sangat terasa sebagai contohnya dalam keluarga Ibu Kathleen masih melaksanakan budaya Nyinom yang dilakukan anak muda ke orang yang lebih tua.

Pembicara pamungkas Esther Poredjo, seorang Seniwati atau Artistic Culture Bearer of Javanese Culture (Indonesian) yang berasal dari Suriname. Wanita yang akrab dipanggil Esther ini juga merupakan seorang Miss Indra Maju 2014, Proud Javanese Diaspora in Suriname, Secretary IACS Alumni Club Suriname, dan Groupleader Line Dancegroup Isthika. Sebagai Keturunan Jawa Suriname, Ia memiliki beberapa pengalaman dalam bidang tari, gamelan (karawitan), dan pembicara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Pada tahun 2011 lalu, Ia membagikan pengalamannya sewaktu diberikan kesempatan untuk mengikuti Program Beasiswa Seni dan Budaya Indonesia dari Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia dan mengungkapkan bahwa Indonesia sebagai rumah keduanya yang kaya akan keaslian dan sumber otentik budaya Jawa.