Batik Parang sudah ada eksitensinya sejak zaman keraton Mataram Kartasura (Solo). Motif batik parang termasuk yang paling tua di Indonesia, kata parang sendiri berasal dari kata pereng  yang mempunyai lereng atau tebing. Memiliki pola geometris membentuk huruf S yang berarti kesinambungan atau saling terhubung dan tidak terputus membentuk diagonal. Motif ini hanya dipakai oleh Raja dan Ksatria Kerajaan dan tidak bisa dipakai oleh semabarang orang. Batik ini melambangkan sebuah simbol dan semangat saat hendak turut ikut ke medan perang, penuh keberanian dan pantang menyerah seperti ombak yang memecah karang.

     Memiliki filosofi sebagai lambang untuk tidak pernah menyerah, layaknya ombak laut yang tidak pernah berhenti berombak. Motif yang tidak terputus itu sendiri memiliki artian sebagai upaya untuk memperbaiki diri, serta memiliki filosofi campuran dari sifat tangkas, waspada dan kontinuitas. Kontinuitas dalam mengupayakan kesejahteraan, berbuat baik serta menjalin pertalian keluarga.

     Selain itu, motif Parang juga tediri dari dua jenis, yaitu Gareng dan Mlinjon. Gareng yang motifnya berupa lengkungan-lengkungan dan Mlinjon yang mempunyai motif ciri khas persegi atau belah ketupat. Motif Parang konon ditemukan oleh Sultan Agung dari Mataram ketika beliau  sedang bermeditasi di daerah Pantai Selatan. Saat itu Sultan Agung melihat ombak yang memecah karang dan memiliki pemikiran harus ada kekuatan untuk dilambangkan oleh motif Batik.