Moewardi atau yang biasa yang dikenal dengan Dr. Moewardi merupakan salah satu pahlawan Indonesia yang gugur pada masa penjajahan Jepang. Moewardi lahir di Desa Randukuning, Pati, Jawa Tengah, pada 30 Januari 1907. Moewardi merupakan seorang dokter lulusan STOVIA yang kemudian melanjutkan pendidikannya di Spesialisasi Telinga Hidung Tenggorokan (THT). Ia juga merupakan ketua Barisan Pelopor tahun 1945 di Surakarta dan terlibat dalam peristiwa proklamasi 17 Agustus 1945. Di Solo, Moewardi mendirikan sekolah kedokteran dan membentuk gerakan rakyat untuk melawan aksi-aksi PKI. 

Pada peristiwa Madiun dia adalah salah satu tokoh yang dikabarkan hilang dan diduga dibunuh oleh pemberontak selain Gubernur Soeryo. Selain itu, Moewardi tak hanya aktif sebagai dokter, namun ia juga dikenal pandai pencak silat dan aktif dalam bidang kepanduan. Dr. Moewardi merupakan pemimpin di kepanduan Jong Java Padvinderij. Pada era persiapan Proklamasi Kemerdekaan RI, Moewardi turut mempersiapkan pelaksanaan acara pembacaan teks proklamasi yang dilakukan di rumah Bung Karno. Saat Jepang datang menggantikan Belanda, ia menjadi Syuurengotaico. Syuurengotaico adalah jabatan yang bertugas memimpin Barisan Pelopor Kota Istimewa Jakarta atau Jakarta Tokubetsu Shi. Barisan Pelopor sendiri sebenarnya adalah bentukan Jepang, namun oleh para pemuda digunakan sebagai gerakan memerdekakan Indonesia. Selama bergabung dalam Barisan Pelopor, Moewardi sempat menjadi buronan tentara Jepang karena perlawanannya.

Demi kemerdekaan Indonesia, Moewardi sempat melepas status sementara sebagai dokter. Kemudian, setelah ibukota dari Yogyakarta berpindah ke Jakarta, Moewardi memilih untuk menetap di Solo. Di Solo, Moewardi kembali menjalankan profesinya sebagai seorang dokter. Lalu, pada 13 September 1948, Mayor Hendroprijoko, Jenderal TNI, mencegah Moewardi untuk berpratkek mengingat kondisi negara yang sedang darurat. Namun, Moewardi tidak mengindahkan perkataan Mayor Hendroprijoko. Ia tetap kukuh untuk menjalankan proses operasi sesuai jadwal yang ditentukan. Moewardi mengatakan bahwa ia tidak akan dibunuh oleh bangsa sendiri, melainkan hanyalah Belanda, sehingga pasiennya harus tetap dioperasi. Moewardi diculik pada 13 September 1948, saat menjalankan praktik sebagai dokter di RS Jebres, Solo. Setelah itu, terdengar kabar bahwa seluruh korban penculikan termasuk Moewardi telah tewas dibunuh. 

Untuk mengenang sosoknya secara resmi Moewardi dinobatkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional melalui Surat Keputusan Presiden RI No. 190 Tahun 1964. Nama Moewardi juga disematkan sebagai nama rumah sakit yang diputuskan melalui Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Tengah pada 24 Oktober 1988.