Slamet Riyadi atau yang memiliki nama lengkap Ignatius Slamet Rijadi merupakan seorang tentara Indonesia yang menjabat sebagai Brigadir Jendral (Anumerta) TNI pada masa itu. Beliau lahir di Surakarta, Jawa Tengah, pada , lebih tepatnya pada 26 Juli 1927 dan wafat pada 4 November 1950. Slamet Riyadi merupakan putra dari seorang tentara dan seorang penjual buah. Beliau tumbuh besar menimba ilmu di sekolah milik Belanda bernama Hollandsch-Inlandsche School (HIS) pada tahun 1940 dan kemudian melanjutkannya ke MULO Afd B. Setelah Jepang menduduki Indonesia, beliau melanjutkan pendidikannya di Pendidikan Sekolah Pelayaran Tinggi (SPT) yang dimana beliau berhasil mendapatkan perdikat sebagai lulusan terbaik dan kemudian melanjutkan untuk bekerja sebagai navigator kapal kayu yang berlayar antar pulau di Nusantara.

Slamet Riyadi merupakan salah satu pahlawan yang cukup terkenal di Indonesia berkat jasanya untuk negeri Indonesia pada saat itu. Pada waktu Jepang menyerah setelah peristiwa pengeboman di Hirsoshima dan Nagasaki yang berakibat kepada kemerdekaan Indonesia, Belanda berupaya merebut kembali Indonesia. Para rakyat yang tidak terima karena sudah resmi merdeka, menolak dan memberi perlawanan kepada Belanda. Slamet Riyadi pada saat itu memulai gerakan kampanye gerilya untuk melawan Belanda. Pada saat Belanda melakukan serangan umum pada pertengahan 1947, Slamet Riyadi memimpin pasukan Indonesia di beberapa daerah di Jawa Tengah, termasuk Ambarawa dan Semarang ia juga memimpin pasukan penyisir di sepanjang Gunung Merapi dan Merbabu.

Pada saat Belanda melancarkan serangan kedua yang mengincar Yogyakarta yang pada saat itu merupakan ibu kota Indonesia dan juga ingin memasuki Solo dan Klaten, Slamet Riyadi berusaha menghalau mereka, namun pada akhirnya mereka berhasil masuk. Ia kemudian menerapkan kebijakan & quot;berpencar dan menaklukkan” yang kemudian berhasil menghalau pasukan Belanda dalam kurun waktu hanya empat hari.

Setelah berakhirnya perang, Republik Maluku Selatan menyatakan kemerdekaannya dari Indonesia. Pada saat itu, Slamet Riyadi dikirim ke baris depan pada tanggal 10 Juli 1950 sebagai bagian dari Operasi Senopati. Pada 3 Oktober, Slamet Riyadi beserta pasukannya dengan Kolonel Alexander Ebert Kawilaran, ditugaskan untuk merebut ibu kota pemberontak New Victoria. Pada saat pasukan Slamet Riyadi menuju kota melalui rawa-rawa bakau yang dimana memakan waktu selama satu bulan, tentara RMS bersenjatakan karabin hutan dan senjata Owen terus menembaki anak buah Slamet Riyadi. Pada saat ia dan pasukannya sampai di New Victoria, pasukan RMS teerus menembaki mereka, hingga pada saat Slamet Riyadi sedang menaiki sebuah tank yang sedang menuju markas pemberontak pada tanggal 4 November, selongsong peluru senjata mesin menembakinya dan berhasil menembus baju besi dan perutnya. Meskipun sudah diberi pertolongan karena Slamet Riyadi bersikeras untuk melanjutkan perlawanan, namun takdir berkata lain. Ia gugur malam itu juga dan kemudian dimakamkan di Ambon.

Kini nama Slamet Riyadi dijadikan sebagai salah satu jalan utama di kota Solo. Di ujung jalan tersebut juga terdapat patung Slamet Riyadi yang begitu gagah dan kokoh. Penamaan jalan dan pembangunan patung Slamet Riyadi di Solo merupakan salah satu bentuk penghormatan terhadap tokoh yang berasal dari kota Solo tersebut.