Bani Sudardi

(telah dipresentasikan di Samarinda dan Universitas Mulia Kudus)

Nama Pangeran  Diponegoro adalah tokoh sentral sekaligus penulis naskah semasa berada dalam pengasingannya di Menado pada tahun 1832 oleh Kompeni Belanda. Saat ini, naskah Babad Diponegoro tersimpan di Perpustakaan Nasional Jakarta dalam Katalog induk naskah-naskah (4 jilid), ternyata memiliki aspek identitas lokal dan juga menggetarkan jiwa estetis pembacanya karena terdapat hubungan yang saling mempengaruhi di antara individu  dengan struktur sosial yang lebih besar lagi, yaitu masyarakat. Babad ini menguak pemahaman kita tentang prinsip identitas Pangeran Diponegoro yang menyimpang di Keraton Jawa Mataram. (1) Pangeran Diponegoro tidak mau diangkat oleh Pemerintah Belanda menjadi putra mahkota atau Raja, (2) Beliau memilih menyusun barisannya dengan taktik sistem pertahanan Kesultanan Turki, bukan dari Belanda atau Eropa, (3) Identitas diri Pangeran Diponegoro digambarkan dalam naskah melalui “pesan gaib” nenek moyangnya, Panembahan Senopati, selama masa pertapaannya di Parangkusumo.  Diponegoro adalah sosok Pangeran yang sangat menjaga identitas leluhur sebagai seorang muslim yang taat di satu sisi dan penerus perjuangan keturunan Majapahit dari Brawijaya, di sisi yang lain. Keturunan dan kerabat Pangeran Diponegoro adalah perintis Islamisasi di Jawa dengan nenek moyang seorang Raja Hindu.